Sabtu, 17 Januari 2015

Sistem Kepemimpinan Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara berkedaulatan rakyat yang telah dijelaskan pada pembukaan Undang-undang dasar 1945 alenia IV dan berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Jadi berdasar hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik yang taat dan patuh terhadap undang-undang dasar negara. Pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Dengan kata lain Indonesia menganut Sistem Pemerintahan Presidensial. Di Indonesia mengalami 3 kali masa pemerintahan yang berebeda, pertama masa orde lama, orde baru dan sekarang era reformasi, pada masa yang berbeda terdapat pula perbedaan yang terjadi pada sistem pemerintahan presidensial yang dianut Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
            1. Bagaimanakah system pemerintahan Indonesia pada zaman Orde Lama, Orde Baru,    dan Reformasi
            2. apa perbedaan-perbedaan yang signifikan pada masa presiden Sukarno, Suharto, dan BJ.Habibie
1.3 Tujuan
         Tujuan dari makalah ini adalah:
1.  Mengenal lebih dalam lagi mengenai sistem pemerintahan di Indonesia.
2. Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi didalam sistem pemerintahan presidensial pada masa-masa yang berbeda,


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Pemerintahan
            Sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:
a. Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau
b. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
c. Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah
Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintaha adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berate kekuasaan membentuk undang-undang; Dan Kekuasaan Yudiskatif yang berate kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Jadi, system pemerintaha negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antarlembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan.
2.2 Sistem Pemerintahan Indonesia
Berdasarkan undang – undang dasar 1945 sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka.
2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas)
3. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan majelis permusyawaratan rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi dibawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan Negara kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan prsiden.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden harus mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam membentuk undang – undang dan untuk menetapkan anggaran dan belanja Negara.
6. Menteri Negara adalah pembantu presiden yang mengangkat dan memberhentikan mentri Negara. Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.
7. Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas. presiden harus memperhatikan dengan sungguh – sungguh usaha DPR.
Kekuasaan pemerintahan Negara Indonesia menurut undang–undang dasar 1 sampai dengan pasal 16. pasal 19 sampai dengan pasal 23 ayat (1) dan ayat (5), serta pasal 24 adalah:
1.          Kekuasaan menjalan perundang – undangan Negara atau kekuasaan eksekutif yang dilakukan oleh pemerintah.
2.          Kekuasaan memberikan pertimbangan kenegaraan kepada pemerintah atau kekuasaan konsultatif yang dilakukan oleh DPA.
3.          Kekuasaan membentuk perundang – undang Negara atau kekuasaan legislatif yang dilakukan oleh DPR.
4.          Kekuasaan mengadakan pemeriksaan keuangan Negara atau kekuasaan eksaminatif atau kekuasaan inspektif yang dilakukan oleh BPK.
5.          Kekuasaan mempertahankan perundang – undangan Negara atau kekuasaan yudikatif yang dilakukan oleh MA.
2.3 Sistem Pemerintahan Presidensial Orde Lama
Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiden Soekarno di gulingkan saat Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando. Era 1950 - 1959 ialah era dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin. Isinya ialah:
1.      Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2.      Pembubaran Konstituante
3.      Pembentukan MPRS dan DPAS
Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis konstitusional, sebab menurut UUDS 1950 Presiden tidak berwenang “memberlakukan” atau “tidak memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan melalui dekrit. Sistem ini yang mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme, yang dilaksanakan ini berdasarkan pada sistem “Trial and Error” yang perwujudannya senantiasa dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai paham politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat berkembang. Maka menimbulkan problem dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berkembang pada waktu itu bukan masalah -masalah yang bersifat ideologis politik yang penuh dengan norma-norma ideal yang benar, tetapi masalah-masalah praktis politik yang mengandung realitas-realitas objektif serta mengandung pula kemungkinan-kemungkinan untuk dipecahkan secara baik, walaupun secara normatif ideal kurang atau tidak benar. Bahkan kemudian muncul penamaan sebagai suatu bentuk kualifikasi seperti “Demokrasi Terpimpin” dan “Demokrasi Pancasila”. Berbagai “Experiment” tersebut ternyata menimbulkan keadaan “excessive” (berlebihan) baik dalam bentuk “Ultra Demokrasi” (berdemokrasi secara berlebihan) seperti yang dialami antara tahun 1950-1959, maupun suatu kediktatoran terselubung (verkapte diktatuur) dengan menggunakan nama demokrasi yang dikualifikasi (gekwalificeerde democratie).

Berakhirnya Orde Lama
Setelah turunnya presiden soekarno dari tumpuk kepresidenan maka berakhirlah orde lama.kepemimpinan disahkan kepada jendral soeharto mulai memegang kendali.pemerintahan dan menanamkan era kepemimpinanya sebagai orde baru konsefrasi penyelenggaraan sistem pemerintahan dan kehidupan demokrasi menitipberatkan pada aspek kestabilan politik dalam rangka menunjang pembangunan nasional.untuk mencapai titik-titik tersebut dilakukanlah upaya pembenahan sistem keanekaragaman dan format politik yang pada prinsipnya mempunyai sejumlah sisi yang menonjol.yaitu;
1.      adanya konsep difungsi ABRI
2.      pengutamaan golonga karya
3.      manifikasi kekuasaan di tangan eksekutif
4.      diteruskannya sistem pengangkatan dalam lembaga-lembaga pendidikan pejabat
5.      kejaksaan depolitisan khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep masca mengembang(flating mass)
6.      karal kehidupan pers
Konsep diafungsikannya ABRI pada masa itu secara inplisit sebelumnya sudah ditempatkan oleh kepala staf  Angkatan Darat. Mayjen A.H.Nasution tahun 1958 yaitu dengan konsep jalan tengah prinsipnya menegaskan bahwa peran tentara tidak terbatas pada tugas profesional militer belaka melainkan juga mempunyai tugas-tugas di bidang sosial politik dengan konsep seperti inilah dimungkinkan dan bhakan menjadi semacam kewajiban jikalau militer berpartisipasi di bidang politik penerapan , konjungsi ini menurut pennafsiran militer dan penguasa orde baru memperoleh landasan yuridi konstitusional di dalam pasal 2 ayat 1 UUD 1945 yang menegaskan majelis permusyawaratan rakyat.
2.4  Sistem Pemerintahan Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan Orde Lama Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.  Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Presiden Soeharto melakukan pergerakan untuk kensenjangan antara rakyat kaya dan miskin dalam berbagai bidang dan peningkatan antara lain:Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesiamenjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol). Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.Eksploitasi sumber daya selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya. Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
A.Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
1. Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
2. Sukses transmigrasi
3. Sukses KB
4. Sukses memerangi buta huruf
5. Sukses swasembada pangan
6. Pengangguran minimum
7. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
8. Sukses Gerakan Wajib Belajar
9. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
10. Sukses keamanan dalam negeri
10. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
11. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
B.Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
1. Semaraknya korupsi,kolusi,nepotisme
2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat.
3. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
4. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
5. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
6. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
7. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel
8. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius" (petrus)
9.Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia, disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuhnnya rupian inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 mei 1998 tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden bj habibie untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
C. Berakhirnya Orde Baru
Kekuasaan dilawan dengan kekuasaan. Demikian kiranya yang terjadi dengan tumbangnya Orde Lama oleh gerakan Orde Baru. Krisis ekonomi pada masa Orde Baru memunculkan gerakan politik yang dimobilisasikan dengan kekuatan massa yang terdiri dari masyarakat umum, khususnya mahasiswa yang didukung oleh tentara. Lahirnya Orde Reformasi di Indonesia ditandai oleh mundurnya Soeharto sebagai presiden RI pada tnaggal 21 Mei 1998. Penyebabnya adalah krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan Juli 1997. Di pasaran mata uang dunia nilai rupiah terus merosot terhadap dollar Amerika. Sebagai gambaran, pada tahun 1996 nilai rupiah terhadap dollar adalah Rp.6000 per US$ dan pada Desember 1997 rupiah terpuruk hingga posisi Rp.6.400 per US$. Dunia usaha khususnya usaha kecil dan menengah (UKM) tidak tahun 1998 kemerosotannilai rupiah kian drastis. Pada tanggal 13 April nilairupiah mencapai Rp.8.000 per US$. Pada tanggal 17 Mei nilai rupiah mencapai Rp.12.800per US$ bahkan dalam perdagangan valuta asing nilai rupiah sudah mencapai Rp.16.000 per US$. Krisis moneter memicu terjadinya kemerosotan ekonomi secara meluas. Perbankan nasional kolaps, banyak Bank berkutik dan banyak yagn gulung tikar. Pemutusan hubungan kerja (PHK) tampak terjadi di banyak tempat. Harga Sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako) yang menjadi kebutuhan masyarakt sehari-hari melambung tinggi, bahkan sempat terjadi kelangkaan. Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berjalan relative  lancar dibandingkan negara lain seperti unisofyet dan yugoslavia Hal ini tak lepas dari peran  yang berhasil meletakkan pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan zaman.
2.5  Sistem Pemerintahan Era Reformasi
Era reformasi ini dimulai sejak tahun 1998, pada era ini terjadi 4 kali pergantian presiden. Setelah lengsernya soeharto berakhir pula orde baru.

A. Pemerintahan B.J. Habibie Pada masa reformasi Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.

Masa Kepemimpinan B.J. Habibie

Kebijakan-kebijakan pada masa Habibie:  Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan. Dibentuk tanggal 22 Mei 1998, dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari Golkar,PPP, dan PDI. Mengadakan reformasi dalam bidang politik Habibie berusaha menciptakan politik yang transparan, mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur,adil, membebaskan tahanan politik, dan mencabut larangan berdirinya Serikat Buruh Independen.Kebebasan menyampaikan pendapat.Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Refomasi dalam bidang hukumTarget reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, daninstansi peradilan yang independen. Pada masa orde baru, hukum hanya berlaku pada rakyat kecil sajadan penguasa kebal hukum sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan penguasa. Mengatasi masalah dwifungsi ABRI Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara bertahap sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area politik dan akan memusatkan perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki jabatan birokrasi diperintahkan untuk memilihkembali kesatuan ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut, keanggotaanABRI dalam DPR/MPR makin berkurang dan akhirnya ditiadakan. Mengadakan sidang istimewaSidang tanggal 10-13 November 1998  yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12 ketetapan. Mengadakan pemilu tahun 1999 Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan  JURDIL (jujur dan adil).Kelemahan pemerintahan BJ Habibie : Diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste), ia mengajukan hal yang cukupmenggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap menjadi bagian dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat padatanggal 30 Agustus 1999. Lepasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh sebagian warga negaraIndonesia, tapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaranHAM di Timor Timur Pengangkatan B.J.Habibie sebagai presiden RI ke-3 memunculkan kontroversi dimasyarakat. Pihak yang pro terhadap pengangkatan habibie menganggap pengangkatan habibie sudah konsitusional. Dilain pihak yang kontra terhadap pengangkatan B.J.HABIBIE menganggap bahwa habibie sebagai kelanjutan dari erasoeharto dan pengangkatannya dianggap tidak konsitusional.Mundurnya Habibie sebagai presiden Indonesia disebabkan karena lepasnya Timor Timur sebagai bagiandari NKRI. Sekalipun ada sisi yang menjadi celah buruknya, yaitu lepasnya Timor Timur dari bagian Negara Indonesia, tapi itu bukanlah mutlak kesalahannya.
2.6  Perbedaan Pemerintahan Orde Lama, Orde Baru dan Era Reformasi :
Ø  Orde lama (Demokrasi Terpimpin)
1. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
a.   Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
b. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
c. Kas negara kosong.
d.Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.  Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
a.   Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
b. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
c.  Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
e.  Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
2. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a)    Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b)    Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c)    Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d)    Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e)    Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
a)    Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b)    Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c)    Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
Ø  Orde Baru/ Orba (Demokrasi Pancasila)
Pada masa orde baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak mengalami perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan pada masa itu pemerintah sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga mendukung terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah jarang sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal anggaran negara.
Pada masa pemerintahan orde baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung oleh kestabilan politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut dituangkan ke dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi Pembangungan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan pemerataan pembangunan.
Hal ini berhasil karena selama lebih dari 30 tahun, pemerintahan mengalami stabilitas politik sehingga menunjang stabilitas ekonomi. Kebijakan-kebijakan ekonomi pada masa itu dituangkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), yang pada akhirnya selalu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disahkan menjadi APBN.
APBN pada masa pemerintahan Orde Baru, disusun berdasarkan asumsi-asumsi perhitungan dasar. Yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, harga ekspor minyak mentah Indonesia, serta nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Asumsi-asumsi dasar tersebut dijadikan sebagai ukuran fundamental ekonomi nasional. Padahal sesungguhnya, fundamental ekonomi nasional tidak didasarkan pada perhitungan hal-hal makro. Akan tetapi, lebih kearah yang bersifat mikro-ekonomi. Misalnya, masalah-masalah dalam dunia usaha, tingkat resiko yang tinggi, hingga penerapan dunia swasta dan BUMN yang baik dan bersih. Oleh karena itu pemerintah selalu dihadapkan pada kritikan yang menyatakan bahwa penetapan asumsi APBN tersebut tidaklah realistis sesuai keadaan yang terjadi.
Format APBN pada masa Orde baru dibedakan dalam penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan terdiri dari penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan serta pengeluaran terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sirkulasi anggaran dimulai pada 1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun berikutnya. Kebijakan yang disebut tahun fiskal ini diterapkan seseuai dengan masa panen petani, sehingga menimbulkan kesan bahwa kebijakan ekonomi nasional memperhatikan petani.
APBN pada masa itu diberlakukan atas dasar kebijakan prinsip berimbang, yaitu anggaran penerimaan yang disesuaikan dengan anggaran pengeluaran sehingga terdapat jumlah yang sama antara penerimaan dan pengeluaran. Hal perimbangan tersebut sebetulnya sangat tidak mungkin, karena pada masa itu pinjaman luar negeri selalu mengalir. Pinjaman-pinjaman luar negeri inilah yang digunakan pemerintah untuk menutup anggaran yang defisit.
Ini artinya pinjaman-pinjaman luar negeri tersebut ditempatkan pada anggaran penerimaan. Padahal seharusnya pinjaman-pinjaman tersebut adalah utang yang harus dikembalikan, dan merupakan beban pengeluaran di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pada dasarnya APBN pada masa itu selalu mengalami defisit anggaran.Penerapan kebijakan tersebut menimbulkan banyak kritik, karena anggaran defisit negara ditutup dengan pinjaman luar negeri. Padahal, konsep yang benar adalah pengeluaran pemerintah dapat ditutup dengan penerimaan pajak dalam negeri. Sehingga antara penerimaan dan pengeluaran dapat berimbang. Permasalahannya, pada masa itu penerimaan pajak saat minim sehingga tidak dapat menutup defisit anggaran.
Namun prinsip berimbang ini merupakan kunci sukses pemerintah pada masa itu untuk mempertahankan stabilitas, khususnya di bidang ekonomi. Karena pemerintah dapat menghindari terjadinya inflasi, yang sumber pokoknya karena terjadi anggaran yang defisit. Sehingga pembangunanpun terus dapat berjalan.
Prinsip lain yang diterapkan pemerintah Orde Baru adalah prinsip fungsional. Prinsip ini merupakan pengaturan atas fungsi anggaran pembangunan dimana pinjaman luar negeri hanya digunakan untuk membiayai anggaran belanja pembangunan. Karena menurut pemerintah, pembangunan memerlukan dana investasi yang besar dan tidak dapat seluruhnya dibiayai oleh sumber dana dalam negeri.
Pada dasarnya kebijakan ini sangat bagus, karena pinjaman yang digunakan akan membuahkan hasil yang nyata. Akan tetapi, dalam APBN tiap tahunnya cantuman angka pinjaman luar negeri selalu meningkat. Hal ini bertentangan dengan keinginan pemerintah untuk selalu meningkatkan penerimaan dalam negeri. Dalam Keterangan Pemerintah tentang RAPBN tahun 1977, Presiden menyatakan bahwa dana-dana pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri harus meningkat. Padahal, ketergantungan yang besar terhadap pinjaman luar negeri akan menimbulkan akibat-akibat. Diantaranya akan menyebabkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi. Hal lain yang dapat terjadi adalah pemerataan ekonomi tidak akan terwujud. Sehingga yang terjadi hanya perbedaan penghasilan. Selain itu pinjaman luar negeri yang banyak akan menimbulkan resiko kebocoran, korupsi, dan penyalahgunaan. Dan lebih parahnya lagi ketergantungan tersebut akan menyebabkan negara menjadi malas untuk berusaha meningkatkan penerimaan dalam negeri.
Prinsip ketiga yang diterapakan oleh pemerintahan Orde Baru dalam APBN adalah, dinamis yang berarti peningkatan tabungan pemerintah untuk membiayai pembangunan. Dalam hal ini pemerintah akan berupaya untuk mendapatkan kelebihan pendapatan yang telah dikurangi dengan pengeluaran rutin, agar dapat dijadikan tabungan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah dapat memanfaatkan tabungan tersebut untuk berinvestasi dalam pembangunan.
Kebijakan pemerintah ini dilakukan dengan dua cara, yaitu derelgulasi perbankan dan reformasi perpajakan. Akan tetapi, kebijakan demikian membutuhkan waktu dan proses yang cukup lama. Akibatnya, kebijakan untuk mengurangi bantuan luar negeri tidak dapat terjadi karena jumlah pinjaman luar negeri terus meningkat. Padahal disaat yang bersamaan persentase pengeluaran rutin untuk membayar pinjaman luar negeri terus meningkat. Hal ini jelas menggambarkan betapa APBN pada masa pemerintahan Orde Baru sangat bergantung pada pinjaman luar negeri. Sehingga pada akhirnya berakibat tidak dapat terpenuhinya keinginan pemerintah untuk meningkatkan tabungannya.
Ø  Masa Reformasi (Demokrasi Liberal)
Pada masa krisis ekonomi,ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan. Pemerintahan presiden B.J. Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
UUD 1945 Pasal 4 ayat (1) tegas menyebutkan Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Artinya pemerintahan yang kita anut adalah sistem presidensial. Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Kedua, masa jabatannya pasti selama lima tahun. Ketiga, tidak mudah dijatuhkan, meskipun tidak berarti tidak boleh diberhentikan (impeachment). Dalam praktik pemerintahan presidensial yang berlangsung selama ini terutama sebelum perubahan UUD 1945 diserahkan sepenuhnya kepada Presiden dan menempatkannya sebagai hak prerogatif Presiden (hak mutlak yang dimiliki presiden) walaupun tidak pernah diatur dalam UUD 1945 dan peraturan pemerintah namun dalam orde baru hak ini dilakukan secara nyata. Akibatnya semua berjalan dengan landasan Keppres, seperti pembentukan kabinet, pengangkatan menteri, duta, konsul, grasi, amnesti, abolisi, rehabilitasi, pemberian gelar, kesemuanya tidak ada kontrol yang “cukup” dari lembaga negara lainnya. Catatan sejarah politik ketatanegaraan kita jelas membuktikan apabila penggunaan hak-hak prerogatif yang pernah dipraktikkan di masa lalu, malah menyebabkan timbulnya model kekuasaan politik yang tidak terkontrol. Terlepas dari polemik model kepemimpinannya, di era Orde Lama, Presiden Sukarno hampir terjerumus ke “lobang” kekuasaan yang diktatorialisme, karena penggunaan hak prerogatif yang berlebihan. Demikian juga di era kepresidenan Soeharto yang berlangsung hampir 32 tahun, hak prerogatif yang dimilikinya secara akumulatif justru menjatuhkan kekuasaannya, akibat desakan gerakan reformasi di tahun 1998, yang intinya tuntutan demokrasi dan tegaknya hukum. Jadi, tidak ada jaminan penggunaan hak prerogatif yang berlebihan terhadap stabilitas jalannya roda pemerintahan. Belajar dari pengalaman sejarah inilah, maka penggunaan hak prerogatif memang harus dibatasi. Namun, akan lebih efektif lagi apabila penguatan sistem presidensial juga dilakukan dengan membuat payung hukum yang melindungi efektivitas kinerja lembaga kepresidenan. Karenanya, kehadiran UU No. 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden dan pembentukan UU Kementerian Negara serta wacana untuk menerbitkan UU Lembaga Kepresidenan menjadi mutlak perlu, sebagai langkah operasional dari amanat UUD 1945. Kehadiran UU ini semua akan memberikan jaminan yang pasti terhadap stabilitas roda pemerintahan didalam sistem pemerintahan presidensial. Sekaligus memberi kepastian atas kelangsungan pelayanan publik, yang dibutuhkan rakyat.

-  Daftar inventaris peraturan perundang-undangan tingkat pusat  31 Desember 2002
  26 Desember 2002
-  http//wikipedia.org.pemerintahanb.j.habibie 1999
-   Siapa Pahlawan Indonesia. Oleh  STK. Mursidi Cokro Supadmo. ( Eks Tapol G 30 S PKI )
-  Penjahat Gaya (Orde) Baru : Eksplorasi Politik dan Kejahatan (James T. Siegel ) 2000 LKiS Yogyakarta
-          BUNG KARNO Penyambung Lidah Rakyat. Biografhy as told to cindy adams
-          Sukarno The Leadership Secrets Of

Tidak ada komentar:

Posting Komentar