BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara
Indonesia merupakan negara berkedaulatan rakyat yang telah dijelaskan pada
pembukaan Undang-undang dasar 1945 alenia IV dan berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Jadi berdasar hal itu
dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan
bentuk pemerintahannya adalah republik
yang taat dan patuh terhadap undang-undang dasar negara. Pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar.” Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik,
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan
sekaligus kepala pemerintahan. Dengan kata lain Indonesia menganut Sistem
Pemerintahan Presidensial. Di Indonesia mengalami 3 kali masa pemerintahan yang
berebeda, pertama masa orde lama, orde baru dan sekarang era reformasi, pada
masa yang berbeda terdapat pula perbedaan yang terjadi pada sistem pemerintahan
presidensial yang dianut Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah system pemerintahan
Indonesia pada zaman Orde Lama, Orde Baru,
dan Reformasi
2. apa perbedaan-perbedaan yang
signifikan pada masa presiden Sukarno, Suharto, dan BJ.Habibie
1.3 Tujuan
Tujuan dari
makalah ini adalah:
1. Mengenal lebih dalam lagi mengenai sistem
pemerintahan di Indonesia.
2. Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi didalam
sistem pemerintahan presidensial pada masa-masa yang berbeda,
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan.
Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti
susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata
pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa
Indonesia, kata-kata itu berarti:
a. Perintah adalah perkataan yang
bermakna menyuruh melakukan sesuatau
b. Pemerintah adalah kekuasaan yang
memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
c. Pemerintahan adalaha perbuatan,
cara, hal, urusan dalam memerintah
Maka
dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan
oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam
rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit,
pemerintaha adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif
beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem
pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai
komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam
mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut
Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang
berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan
pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berate kekuasaan membentuk
undang-undang; Dan Kekuasaan Yudiskatif yang berate kekuasaan mengadili
terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara
garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Jadi, system
pemerintaha negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan
antarlembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan
pemerintahan negara yang bersangkutan.
2.2 Sistem Pemerintahan Indonesia
Berdasarkan
undang – undang dasar 1945 sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah
sebagai berikut :
1. Negara Indonesia berdasarkan atas
hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka.
2. Pemerintahan berdasarkan atas
sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang
tidak terbatas)
3. Kekuasaan Negara yang tertinggi
berada di tangan majelis permusyawaratan rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara
pemerintah Negara yang tertinggi dibawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan Negara
kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan prsiden.
5. Presiden tidak bertanggung jawab
kepada DPR. Presiden harus mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam
membentuk undang – undang dan untuk menetapkan anggaran dan belanja Negara.
6. Menteri Negara adalah pembantu
presiden yang mengangkat dan memberhentikan mentri Negara. Menteri Negara tidak
bertanggung jawab kepada DPR.
7. Kekuasaan kepala Negara tidak
terbatas. presiden harus memperhatikan dengan sungguh – sungguh usaha DPR.
Kekuasaan
pemerintahan Negara Indonesia menurut undang–undang dasar 1 sampai dengan pasal
16. pasal 19 sampai dengan pasal 23 ayat (1) dan ayat (5), serta pasal 24
adalah:
1.
Kekuasaan menjalan perundang –
undangan Negara atau kekuasaan eksekutif yang dilakukan oleh pemerintah.
2.
Kekuasaan memberikan pertimbangan
kenegaraan kepada pemerintah atau kekuasaan konsultatif yang dilakukan oleh
DPA.
3.
Kekuasaan membentuk perundang –
undang Negara atau kekuasaan legislatif yang dilakukan oleh DPR.
4.
Kekuasaan mengadakan pemeriksaan
keuangan Negara atau kekuasaan eksaminatif atau kekuasaan inspektif yang
dilakukan oleh BPK.
5.
Kekuasaan mempertahankan perundang –
undangan Negara atau kekuasaan yudikatif yang dilakukan oleh MA.
Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan
Presiden Soekarno di Indonesia. Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga
1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem
ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi
liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiden
Soekarno di gulingkan saat Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando. Era 1950 - 1959 ialah era dimana presiden Soekarno
memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5
Juli 1959. Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu
terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka
melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara
Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan
Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara
Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer. Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang
mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. masa sesudah ini
lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin. Isinya ialah:
1.
Kembali
berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2.
Pembubaran
Konstituante
3.
Pembentukan
MPRS dan DPAS
Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5
Juli 1959 dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis konstitusional, sebab
menurut UUDS 1950 Presiden tidak berwenang “memberlakukan” atau “tidak
memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan melalui dekrit. Sistem ini
yang mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme, yang dilaksanakan ini
berdasarkan pada sistem “Trial and Error” yang perwujudannya senantiasa
dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai paham politik yang ada serta
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat berkembang. Maka menimbulkan
problem dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berkembang
pada waktu itu bukan masalah -masalah yang bersifat ideologis politik yang
penuh dengan norma-norma ideal yang benar, tetapi masalah-masalah praktis
politik yang mengandung realitas-realitas objektif serta mengandung pula
kemungkinan-kemungkinan untuk dipecahkan secara baik, walaupun secara normatif
ideal kurang atau tidak benar. Bahkan kemudian muncul penamaan sebagai suatu
bentuk kualifikasi seperti “Demokrasi Terpimpin” dan “Demokrasi Pancasila”.
Berbagai “Experiment” tersebut ternyata menimbulkan keadaan “excessive”
(berlebihan) baik dalam bentuk “Ultra Demokrasi” (berdemokrasi secara
berlebihan) seperti yang dialami antara tahun 1950-1959, maupun suatu
kediktatoran terselubung (verkapte diktatuur) dengan menggunakan nama demokrasi
yang dikualifikasi (gekwalificeerde democratie).
Berakhirnya Orde Lama
Setelah turunnya presiden soekarno
dari tumpuk kepresidenan maka berakhirlah orde lama.kepemimpinan disahkan
kepada jendral soeharto mulai memegang kendali.pemerintahan dan menanamkan era
kepemimpinanya sebagai orde baru konsefrasi penyelenggaraan sistem pemerintahan
dan kehidupan demokrasi menitipberatkan pada aspek kestabilan politik dalam
rangka menunjang pembangunan nasional.untuk mencapai titik-titik tersebut
dilakukanlah upaya pembenahan sistem keanekaragaman dan format politik yang
pada prinsipnya mempunyai sejumlah sisi yang menonjol.yaitu;
1.
adanya
konsep difungsi ABRI
2.
pengutamaan
golonga karya
3.
manifikasi
kekuasaan di tangan eksekutif
4.
diteruskannya
sistem pengangkatan dalam lembaga-lembaga pendidikan pejabat
5. kejaksaan depolitisan khususnya
masyarakat pedesaan melalui konsep masca mengembang(flating mass)
6.
karal
kehidupan pers
Konsep diafungsikannya ABRI pada
masa itu secara inplisit sebelumnya sudah ditempatkan oleh kepala staf Angkatan Darat. Mayjen A.H.Nasution tahun 1958
yaitu dengan konsep jalan tengah prinsipnya menegaskan bahwa peran tentara
tidak terbatas pada tugas profesional militer belaka melainkan juga mempunyai
tugas-tugas di bidang sosial politik dengan konsep seperti inilah dimungkinkan
dan bhakan menjadi semacam kewajiban jikalau militer berpartisipasi di bidang
politik penerapan , konjungsi ini menurut pennafsiran militer dan penguasa orde
baru memperoleh landasan yuridi konstitusional di dalam pasal 2 ayat 1 UUD 1945
yang menegaskan majelis permusyawaratan rakyat.
2.4 Sistem Pemerintahan Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan
Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk
kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi
total" atas penyimpangan yang dilakukan Orde Lama Soekarno. Orde Baru
berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi
Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang
merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan
miskin juga semakin melebar. Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk
masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara
berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Presiden
Soeharto melakukan pergerakan untuk kensenjangan antara rakyat kaya dan miskin
dalam berbagai bidang dan peningkatan antara lain:Presiden
Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesiamenjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19
September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan
kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan
PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966,
tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat
tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering
disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai
Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer
Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai
pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat
"dibuang" ke Pulau Buru.Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan
politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan
untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET
(eks tapol). Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai
tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang
didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR
dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih
dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini
mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD
juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor
kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi
dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung
Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan,
bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di
pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta
dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik
dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.Eksploitasi sumber daya selama masa pemerintahannya,
kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara
besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di
Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada
tahun 1970-an dan 1980-an. Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi.
Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di
Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak
langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara
terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang,
meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama
dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali
akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan
bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung
Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia
berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan
pemerintahan Indonesia.Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang
diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam
bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam
hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di
sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan
pengakuan pemerintah.Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa
yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan
rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah
Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai
pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh
komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. Orang Tionghoa
dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk
menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya. Di masa Orde Baru pemerintah sangat
mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio
dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa".
Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi
dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa,
terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak
negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya
marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk
pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa
program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa di
berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
A.Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
1.
Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada
1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
2. Sukses
transmigrasi
3. Sukses KB
4. Sukses
memerangi buta huruf
5. Sukses
swasembada pangan
6. Pengangguran
minimum
7. Sukses
REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
8. Sukses
Gerakan Wajib Belajar
9. Sukses
Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
10. Sukses
keamanan dalam negeri
10. Investor
asing mau menanamkan modal di Indonesia
11. Sukses
menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
B.Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
1.
Semaraknya korupsi,kolusi,nepotisme
2.
Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan
antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian
besar disedot ke pusat.
3. Munculnya
rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama
di Aceh dan Papua
4.
Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh
tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
5.
Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si
kaya dan si miskin)
6. Kritik
dibungkam dan oposisi diharamkan
7. Kebebasan
pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel
8.
Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan
Misterius" (petrus)
9.Tidak ada
rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis
keuangan dan ekonomi Asia, disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan
harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuhnnya rupian inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para
demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri
Soeharto. Di tengah gejolak
kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 mei 1998 tiga bulan setelah MPR
melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil
Presiden bj habibie
untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
C.
Berakhirnya Orde Baru
Kekuasaan
dilawan dengan kekuasaan. Demikian kiranya yang terjadi dengan tumbangnya Orde
Lama oleh gerakan Orde Baru. Krisis ekonomi pada masa Orde Baru memunculkan
gerakan politik yang dimobilisasikan dengan kekuatan massa yang terdiri dari
masyarakat umum, khususnya mahasiswa yang didukung oleh tentara. Lahirnya
Orde Reformasi di Indonesia ditandai oleh mundurnya Soeharto sebagai presiden
RI pada tnaggal 21 Mei 1998. Penyebabnya adalah krisis moneter yang melanda
Indonesia sejak pertengahan Juli 1997. Di pasaran mata uang dunia nilai rupiah
terus merosot terhadap dollar Amerika. Sebagai gambaran, pada tahun 1996 nilai
rupiah terhadap dollar adalah Rp.6000 per US$ dan pada Desember 1997 rupiah
terpuruk hingga posisi Rp.6.400 per US$. Dunia
usaha khususnya usaha kecil dan menengah (UKM) tidak tahun 1998 kemerosotannilai
rupiah kian drastis. Pada tanggal 13 April nilairupiah mencapai Rp.8.000 per
US$. Pada tanggal 17 Mei nilai rupiah mencapai Rp.12.800per US$ bahkan dalam
perdagangan valuta asing nilai rupiah sudah mencapai Rp.16.000 per US$. Krisis
moneter memicu terjadinya kemerosotan ekonomi secara meluas. Perbankan nasional
kolaps, banyak Bank berkutik dan banyak yagn gulung tikar. Pemutusan hubungan
kerja (PHK) tampak terjadi di banyak tempat. Harga Sembilan bahan kebutuhan
pokok (sembako) yang menjadi kebutuhan masyarakt sehari-hari melambung tinggi,
bahkan sempat terjadi kelangkaan. Meski diliputi oleh
kerusuhan etnis dan lepasnya
transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berjalan relative lancar dibandingkan negara lain seperti unisofyet dan yugoslavia Hal ini tak lepas dari peran
yang berhasil meletakkan pondasi baru yang terbukti lebih kokoh dan kuat
menghadapi perubahan zaman.
2.5 Sistem
Pemerintahan Era Reformasi
Era reformasi ini dimulai sejak tahun
1998, pada era ini terjadi 4 kali pergantian presiden. Setelah lengsernya
soeharto berakhir pula orde baru.
A. Pemerintahan B.J. Habibie Pada masa reformasi Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Masa Kepemimpinan B.J. Habibie
Kebijakan-kebijakan pada masa
Habibie: Membentuk Kabinet Reformasi
Pembangunan. Dibentuk tanggal 22 Mei 1998, dengan jumlah menteri 16 orang yang
merupakan perwakilan dari Golkar,PPP, dan PDI. Mengadakan reformasi dalam
bidang politik Habibie berusaha menciptakan politik yang transparan,
mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur,adil, membebaskan tahanan politik,
dan mencabut larangan berdirinya Serikat Buruh Independen.Kebebasan
menyampaikan pendapat.Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap
berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Refomasi dalam bidang
hukumTarget reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang
bersih dan berwibawa, daninstansi peradilan yang independen. Pada masa orde baru,
hukum hanya berlaku pada rakyat kecil sajadan penguasa kebal hukum sehingga
sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan
dengan penguasa. Mengatasi masalah dwifungsi ABRI Jendral TNI Wiranto
mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara bertahap sesuai dengan tuntutan
masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area politik dan akan memusatkan
perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki jabatan
birokrasi diperintahkan untuk memilihkembali kesatuan ABRI atau pensiun dari
militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut, keanggotaanABRI dalam
DPR/MPR makin berkurang dan akhirnya ditiadakan. Mengadakan sidang
istimewaSidang tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12
ketetapan. Mengadakan pemilu tahun 1999 Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan
asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil).Kelemahan pemerintahan
BJ Habibie : Diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor
Leste), ia mengajukan hal yang cukupmenggemparkan publik saat itu, yaitu
mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka
atau masih tetap menjadi bagian dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya,
Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi
negara terpisah yang berdaulat padatanggal 30 Agustus 1999. Lepasnya Timor
Timur di satu sisi memang disesali oleh sebagian warga negaraIndonesia, tapi
disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan
pelanggaranHAM di Timor Timur Pengangkatan B.J.Habibie sebagai presiden RI
ke-3 memunculkan kontroversi dimasyarakat. Pihak yang pro terhadap
pengangkatan habibie menganggap pengangkatan habibie sudah konsitusional.
Dilain pihak yang kontra terhadap pengangkatan B.J.HABIBIE menganggap
bahwa habibie sebagai kelanjutan dari erasoeharto dan pengangkatannya dianggap
tidak konsitusional.Mundurnya Habibie sebagai presiden Indonesia disebabkan
karena lepasnya Timor Timur sebagai bagiandari NKRI. Sekalipun ada sisi yang
menjadi celah buruknya, yaitu lepasnya Timor Timur dari bagian Negara
Indonesia, tapi itu bukanlah mutlak kesalahannya.
2.6 Perbedaan Pemerintahan Orde Lama, Orde Baru
dan Era Reformasi :
Ø
Orde lama (Demokrasi Terpimpin)
1. Masa Pasca Kemerdekaan
(1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
a. Inflasi yang sangat
tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak
terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga
mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata
uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada
tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan
sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu.
Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru,
yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan
teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat
harga.
b. Adanya blokade ekonomi oleh
Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri
RI.
c. Kas negara kosong.
d.Eksploitasi besar-besaran di masa
penjajahan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
a. Program Pinjaman
Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan
BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
b. Upaya menembus blokade dengan
diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika,
dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan
Malaysia.
c. Konferensi Ekonomi Februari
1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi
masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi
makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d. Pembentukan Planning Board (Badan
Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
e. Kasimo Plan yang intinya
mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang
praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik
(mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
2. Masa Demokrasi Liberal
(1950-1957)
Masa
ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai
teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal
pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha
nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk
kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a) Gunting
Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi
jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b) Program Benteng
(Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong
importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan
membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada
importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi
agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun
usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan
tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c) Nasionalisasi
De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th
1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d) Sistem ekonomi
Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak
Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan
pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan
pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi
usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena
pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e) Pembatalan
sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih
perusahaan-perusahaan tersebut.
3. Masa Demokrasi Terpimpin
(1959-1967)
Sebagai
akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan
akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi
yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia, antara lain :
a) Devaluasi yang
diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang
kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp
100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b) Pembentukan
Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia
dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi
perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c) Devaluasi yang
dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.
Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama,
tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi.
Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan
angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
Ø Orde Baru/ Orba (Demokrasi
Pancasila)
Pada
masa orde baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak mengalami perubahan
terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan pada masa itu pemerintah sukses
menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga mendukung terjadinya stabilitas
ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah jarang sekali melakukan
perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal anggaran negara.
Pada
masa pemerintahan orde baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada
pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung oleh kestabilan
politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut dituangkan ke dalam
jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi Pembangungan, yaitu
stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan pemerataan
pembangunan.
Hal
ini berhasil karena selama lebih dari 30 tahun, pemerintahan mengalami
stabilitas politik sehingga menunjang stabilitas ekonomi. Kebijakan-kebijakan
ekonomi pada masa itu dituangkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (RAPBN), yang pada akhirnya selalu disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) untuk disahkan menjadi APBN.
APBN
pada masa pemerintahan Orde Baru, disusun berdasarkan asumsi-asumsi perhitungan
dasar. Yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, harga ekspor minyak
mentah Indonesia, serta nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
Asumsi-asumsi dasar tersebut dijadikan sebagai ukuran fundamental ekonomi
nasional. Padahal sesungguhnya, fundamental ekonomi nasional tidak didasarkan
pada perhitungan hal-hal makro. Akan tetapi, lebih kearah yang bersifat
mikro-ekonomi. Misalnya, masalah-masalah dalam dunia usaha, tingkat resiko yang
tinggi, hingga penerapan dunia swasta dan BUMN yang baik dan bersih. Oleh
karena itu pemerintah selalu dihadapkan pada kritikan yang menyatakan bahwa
penetapan asumsi APBN tersebut tidaklah realistis sesuai keadaan yang terjadi.
Format
APBN pada masa Orde baru dibedakan dalam penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan
terdiri dari penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan serta pengeluaran
terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sirkulasi anggaran
dimulai pada 1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun berikutnya. Kebijakan
yang disebut tahun fiskal ini diterapkan seseuai dengan masa panen petani,
sehingga menimbulkan kesan bahwa kebijakan ekonomi nasional memperhatikan
petani.
APBN
pada masa itu diberlakukan atas dasar kebijakan prinsip berimbang, yaitu
anggaran penerimaan yang disesuaikan dengan anggaran pengeluaran sehingga
terdapat jumlah yang sama antara penerimaan dan pengeluaran. Hal perimbangan
tersebut sebetulnya sangat tidak mungkin, karena pada masa itu pinjaman luar
negeri selalu mengalir. Pinjaman-pinjaman luar negeri inilah yang digunakan
pemerintah untuk menutup anggaran yang defisit.
Ini
artinya pinjaman-pinjaman luar negeri tersebut ditempatkan pada anggaran
penerimaan. Padahal seharusnya pinjaman-pinjaman tersebut adalah utang yang
harus dikembalikan, dan merupakan beban pengeluaran di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, pada dasarnya APBN pada masa itu selalu mengalami defisit
anggaran.Penerapan kebijakan tersebut menimbulkan banyak kritik, karena
anggaran defisit negara ditutup dengan pinjaman luar negeri. Padahal, konsep
yang benar adalah pengeluaran pemerintah dapat ditutup dengan penerimaan pajak
dalam negeri. Sehingga antara penerimaan dan pengeluaran dapat berimbang.
Permasalahannya, pada masa itu penerimaan pajak saat minim sehingga tidak dapat
menutup defisit anggaran.
Namun
prinsip berimbang ini merupakan kunci sukses pemerintah pada masa itu untuk
mempertahankan stabilitas, khususnya di bidang ekonomi. Karena pemerintah dapat
menghindari terjadinya inflasi, yang sumber pokoknya karena terjadi anggaran
yang defisit. Sehingga pembangunanpun terus dapat berjalan.
Prinsip lain yang diterapkan
pemerintah Orde Baru adalah prinsip fungsional. Prinsip ini merupakan
pengaturan atas fungsi anggaran pembangunan dimana pinjaman luar negeri hanya
digunakan untuk membiayai anggaran belanja pembangunan. Karena menurut
pemerintah, pembangunan memerlukan dana investasi yang besar dan tidak dapat
seluruhnya dibiayai oleh sumber dana dalam negeri.
Pada
dasarnya kebijakan ini sangat bagus, karena pinjaman yang digunakan akan
membuahkan hasil yang nyata. Akan tetapi, dalam APBN tiap tahunnya cantuman
angka pinjaman luar negeri selalu meningkat. Hal ini bertentangan dengan
keinginan pemerintah untuk selalu meningkatkan penerimaan dalam negeri. Dalam
Keterangan Pemerintah tentang RAPBN tahun 1977, Presiden menyatakan bahwa
dana-dana pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri harus meningkat. Padahal,
ketergantungan yang besar terhadap pinjaman luar negeri akan menimbulkan
akibat-akibat. Diantaranya akan menyebabkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi.
Hal lain yang dapat terjadi adalah pemerataan ekonomi tidak akan terwujud.
Sehingga yang terjadi hanya perbedaan penghasilan. Selain itu pinjaman luar
negeri yang banyak akan menimbulkan resiko kebocoran, korupsi, dan
penyalahgunaan. Dan lebih parahnya lagi ketergantungan tersebut akan
menyebabkan negara menjadi malas untuk berusaha meningkatkan penerimaan dalam
negeri.
Prinsip
ketiga yang diterapakan oleh pemerintahan Orde Baru dalam APBN adalah, dinamis
yang berarti peningkatan tabungan pemerintah untuk membiayai pembangunan. Dalam
hal ini pemerintah akan berupaya untuk mendapatkan kelebihan pendapatan yang
telah dikurangi dengan pengeluaran rutin, agar dapat dijadikan tabungan
pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah dapat memanfaatkan tabungan tersebut
untuk berinvestasi dalam pembangunan.
Kebijakan
pemerintah ini dilakukan dengan dua cara, yaitu derelgulasi perbankan dan
reformasi perpajakan. Akan tetapi, kebijakan demikian membutuhkan waktu dan
proses yang cukup lama. Akibatnya, kebijakan untuk mengurangi bantuan luar
negeri tidak dapat terjadi karena jumlah pinjaman luar negeri terus meningkat.
Padahal disaat yang bersamaan persentase pengeluaran rutin untuk membayar
pinjaman luar negeri terus meningkat. Hal ini jelas menggambarkan betapa APBN
pada masa pemerintahan Orde Baru sangat bergantung pada pinjaman luar negeri.
Sehingga pada akhirnya berakibat tidak dapat terpenuhinya keinginan pemerintah
untuk meningkatkan tabungannya.
Ø Masa Reformasi (Demokrasi Liberal)
Pada
masa krisis ekonomi,ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian
disusul dengan era reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie.
Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun
juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32
tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan.
Pemerintahan presiden B.J. Habibie yang mengawali masa reformasi belum
melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi.
Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
UUD 1945 Pasal 4 ayat (1) tegas menyebutkan Presiden memegang
kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Artinya pemerintahan yang kita anut adalah
sistem presidensial. Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Kedua, masa
jabatannya pasti selama lima tahun. Ketiga, tidak mudah dijatuhkan, meskipun
tidak berarti tidak boleh diberhentikan (impeachment). Dalam praktik
pemerintahan presidensial yang berlangsung selama ini terutama sebelum
perubahan UUD 1945 diserahkan sepenuhnya kepada Presiden dan menempatkannya
sebagai hak prerogatif Presiden (hak mutlak yang dimiliki presiden) walaupun
tidak pernah diatur dalam UUD 1945 dan peraturan pemerintah namun dalam orde
baru hak ini dilakukan secara nyata. Akibatnya semua berjalan dengan landasan
Keppres, seperti pembentukan kabinet, pengangkatan menteri, duta, konsul,
grasi, amnesti, abolisi, rehabilitasi, pemberian gelar, kesemuanya tidak ada
kontrol yang “cukup” dari lembaga negara lainnya. Catatan sejarah politik
ketatanegaraan kita jelas membuktikan apabila penggunaan hak-hak prerogatif
yang pernah dipraktikkan di masa lalu, malah menyebabkan timbulnya model
kekuasaan politik yang tidak terkontrol. Terlepas dari polemik model kepemimpinannya, di era Orde Lama,
Presiden Sukarno hampir terjerumus ke “lobang” kekuasaan yang diktatorialisme, karena
penggunaan hak prerogatif yang berlebihan. Demikian juga di era kepresidenan
Soeharto yang berlangsung hampir 32 tahun, hak prerogatif yang dimilikinya
secara akumulatif justru menjatuhkan kekuasaannya, akibat desakan gerakan
reformasi di tahun 1998, yang intinya tuntutan demokrasi dan tegaknya hukum. Jadi, tidak ada jaminan penggunaan hak prerogatif yang
berlebihan terhadap stabilitas jalannya roda pemerintahan. Belajar dari
pengalaman sejarah inilah, maka penggunaan hak prerogatif memang harus
dibatasi. Namun, akan lebih efektif lagi apabila penguatan sistem presidensial
juga dilakukan dengan membuat payung hukum yang melindungi efektivitas kinerja
lembaga kepresidenan. Karenanya, kehadiran UU No. 19 Tahun 2006 tentang Dewan
Pertimbangan Presiden dan pembentukan UU Kementerian Negara serta wacana untuk
menerbitkan UU Lembaga Kepresidenan menjadi mutlak perlu, sebagai langkah
operasional dari amanat UUD 1945. Kehadiran UU ini semua akan memberikan
jaminan yang pasti terhadap stabilitas roda pemerintahan didalam sistem
pemerintahan presidensial. Sekaligus memberi kepastian atas kelangsungan
pelayanan publik, yang dibutuhkan rakyat.
- Daftar inventaris
peraturan perundang-undangan tingkat pusat 31 Desember 2002
26 Desember 2002
- http//wikipedia.org.pemerintahanb.j.habibie 1999
- Siapa Pahlawan
Indonesia. Oleh STK. Mursidi Cokro
Supadmo. ( Eks Tapol G 30 S PKI )
- Penjahat Gaya (Orde)
Baru : Eksplorasi Politik dan Kejahatan (James T. Siegel ) 2000 LKiS Yogyakarta
-
BUNG KARNO Penyambung
Lidah Rakyat. Biografhy as told to cindy adams
-
Sukarno The Leadership
Secrets Of
Tidak ada komentar:
Posting Komentar