Sabtu, 31 Januari 2015

Jika Kita

Jika kita ingin kehidupan yang sederhana, maka kita akan menghadapi masalah yang sederhana. Jika kita ingin kehidupan yang terbaik, maka kita jga pasti akan menghadapi masalah yang paling sulit. Dunia ini begitu adil, jika kita ingin yang terbaik, maka dunia akan memberikan masalah yang menyakitkan. kita akan menang jika kita berhasil menerobosnya.Namun jika kita tidak berhasil melaluinya, maka hiduplah dengan sederhana. Segala bentuk kesuksesan bukanlah tentang seberapa jeniuskah kita ataupun untuk “menjual” diri kita. Kesuksesan adalah mengenai kemampuan Anda untuk menghadapi dan melalui kesulitan dengan senang hati kita,

Dan jangan pernah merendahkan diri kita krena kita adalah mahluk yang paling sempurna maka kita harus melakukan memanjakan selalu diri kita dan berusaha sebaik mungkin demi keberhasilah kita bila kita tidak bisa menghargai diri kita maka kita juga tidak akan bisa dihargai oleh orang lain sehingga kita akan tidak tahu arah kemana kita nenempatkan arah kita dan kita harus berjuang demi kita untuk kita juga orang orang yang menyayangi  kita..

Kamis, 29 Januari 2015

Semua Butuh Proses

Dunia ini sebenarnya yang namanya proses hidup telah kita jalani slama kita bernafas dan peoses itu tdak akan pernah berhenti trus berjalan. Proses tersebut akan membawa kita ke masa yang berbeda-beda yang akan datang dalam kurun waktu pertumbuhan kita dari masa balita ke anak-anak dari Anak-anak ke Remaja lalu tumbuh menjadi orang dewasa dan masa terkahir kita yaitu masa berumur alias tua. Tahap demi tahap tersebut, kita akan melaluinya dengan yang namanya proses kehiudpan, Didalam proses kehiudpan tersebut berbagai hal yang harus kita selesaikan dan harus kita lalui karena pada intinya hidup kita sendiri yang menentukan kita untuk kearah mana kehiudpan kita akan dijalani.

Tentunya tak lepas dari itu semua bahwa proses kehidupan tersebut akan ditemukan dalam titik permasalahan hidup yang kita jalani. Dalam tempo masa inilah kadang kita tak mampu melewatinya dan harus mundur bahkan mengabaikannya begitu saja sehingga semua tak berarti apa-apa dalam kehidupan kita. Proses hidup yang baik dan terjalani dengan baik tentunya akan membuahkan hasil yang baik pula dan maksimal pastinya, karena apabila menjalani proses tersebut dengan usaha yang baik dan selalu berdoa, bersyukur dengan apa yang ada dalam proses hidup tersebut, maka haslnyapun akan lebih indah yang akan kita dapatkan dari jerih payah perjuangan kita. dan sebaliknya, apabila kita menjalani proses hidup tersebut dengan tidak baik, hidup yang anda dapatkan akan berefek seperti apa yang anda kerjakan. Jadi, jalani proses hidup ini dengan kesadaran penuh dalam hati, jika tidak makna hidup yang akan kita dapatkan akan sedikit menemui nilai yang buruk dalam sebuah perjalanan hidup kita. Selalu berserah diri kepada yang maha kuasa dan selalu semangat dan berusaha apa yang telah menjadi kodrat dan perintah kita sebagai penghuni sementara bumi ini. Dengan begitu kehidupan yang kita miliki ini akan lebih bermakna dan mempunyai arti yang baik bagi dunia dan juga akhirat kelak nanti.Amin..proses itu juga bisa memungkinkan kita melakukan ke kearah yang yang tidak pernah kita duga, Bersambung,, ('*_*)

Rabu, 28 Januari 2015

Akibat Korupsi Yang Muda Tidak Dikasih Kursi

Kenapa makin kisruh aja nih. para petinggi penegakan hukum di negeri ini akibat KORUPSI, ada apa sih, saling menjatuhkan,saling membuka aip dan mencari kesalahan keburukan bukan malah berbuat sama" melindungi,memberikan cerminan yang baik bagi mental" generasi bangsa ini kedepannya ?,, tapi bagus lah smakin jelas kekurangn" yang ada di blantika petinggi penegakan hukum Indonesia dan saya sebagai rakyat orang biasa yang sangat" sedikit pengetahuan,pengalaman tadinya tidak memahami bahkan tidak tau apa", dengn adanya konflik saling menjatuhkan dua institusi petinggi penegakan hukum ini, jadi sedikit paham saya tentang keburukan" kekurangan" Negara kita ini oleh oknum" yg tidak berjiwa prikemanusiaan dan berbuat se adil adil ya, dengn perbuatan bijak dalam mengayomi masyarakat, dan pertanyaan saya kenapa yh, yg jadi petinggi" bangsa ini sedikit sekali orang yang umurnya muda",,apa anak muda" yg berpotensi dan berwawasan luas dengn kaya pengetahuan pengalaman sehingga bisa menjadi petinggi atau sudah gaada lagi pemuda" indonesia, atau belum cukup umur untuk jadi petinggi, sehingga tidak bisa menempatkan posisi mnjadi petingi" bangsa ini, atau memang ada aturan" umur untuk mnjadi petinggi itu ?? kalo menurut pandangan saya mungkin untuk meminimalisir pelaku korupsi, petinggi" diisi atau diduduki dengn seorang yang masih muda" yang berpotensi jga mampu dan bisa bertanggung jwab dengn amanah kedudukan yang dimiliki, maaf sblum ya, sehingga untuk orang" tua itu atau pakar" senior hanya mengawasi kinerja ya, mungkin aga enggan jga kali untuk berbuat korup, krena diawasi dengn orang" tua itu, (*_*') tapi kyanya ga mungkin jga sih.

Senin, 26 Januari 2015

Pokok Pemerintahan Dan Kekuasaan

Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi.Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial.Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.  Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.
  1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
  2. Sistem Konstitusional.
  3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
  6. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
  7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid. Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan pertentangan antar pejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan negara daripada keuntungan yang didapatkanya.
 
Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD 1945. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
Pembagian kekuasaan secara horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara di lakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara, yaitu: (1) Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.(2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.(3) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.(4) Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.(5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.(6) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang-undang. Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/kota. 2. Pembagian kekuasaan secara vertikal Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan. Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, Pemerintah Pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD 1945. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
1. Pembagian kekuasaan secara horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara di lakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara, yaitu:
(1) Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
(2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
(4) Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
(5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
(6) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang-undang.
Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.
- See more at: http://www.prsekolah.com/tugas/19238#sthash.eDkYERAJ.dpuf
Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD 1945. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
1. Pembagian kekuasaan secara horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara di lakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara, yaitu:
(1) Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
(2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
(4) Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
(5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
(6) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang-undang.
Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.
- See more at: http://www.prsekolah.com/tugas/19238#sthash.eDkYERAJ.dpuf
Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD 1945. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
1. Pembagian kekuasaan secara horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara di lakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara, yaitu:
(1) Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
(2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
(4) Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
(5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
(6) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang-undang.
Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.
- See more at: http://www.prsekolah.com/tugas/19238#sthash.eDkYERAJ.dpuf

Butuh Proses




Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar, di mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang berorientasi pada kegiatan mengajarkan materi yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa sebagai sasaran pembelajaran Dalam proses pembelajaran akan mencakup berbagai komponen lainnya, seperti media, kurikulum dan fasilitas pembelajaran. Belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari Kegiatan belajar tersebut ada yang dilakukan di sekolah, di rumah, dan di tempat lain seperti di museum, di laboratorium, di hutan dan dimana saja. Belajar merupakan tindakan dan perilaku seorang yang kompleks Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh individu sendiri dan akan menjadi penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses PEMBAHARUAN Dengan demikian dapat disimpulkan Belajar adalah perubahan tingkah laku pada individu individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian harga diri, minat, watak, penyesuaian diri Jadi, dapat dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya.


Sabtu, 24 Januari 2015

Amerika Dukung Kemerdekaan Papua

Amerika dukung kemerdekaan papua, dah lepas aja klo mang mau melepas kan diri dri NKRI ngapain pusing ditahan memang potensi indonesia cma di papua aja, dah gasah dialem" biar bagus lah berdiri sendiri biar orang" papua yg kliaran dan sebagian menjadi depkolektor suru balik aja ke daerah ya, yang ada jga identik dengn Premanisme orang" papua di setiap wilayah indonesia ini, manusia orang' saat ini sdh banyak yg pintar dan mampu berbuat untuk menyejahteraan rakyat ya, wajar aja dia mau melepas mungkin ngerasa papua sangt sedikit sekali tersentuh oleh pemerintah pusat, sehingga merasa dengan kekayaan tanah alam yg subur dipapua, lepas'in aja daerah wilayah yg ngerasa bisa berdiri sendiri, kan semakin sedikit semakin mudah mengevaluasinya, terlalu besar jga tidak ter backup yg ada ga merata kesejahteraan ya, mungkin semakin baanyak yg melepaskan diri indonesia bisa lebih sejahtera dan bisa merata. Bersambung,,

Otonomi Daerah



Seiring dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945, kebijakan tentang Pemerintahan Daerah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan dilatarbelakangi oleh kehendak untuk menampung semangat otonomi daerah dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat daerah. Otonomi daerah memberi keleluasaan kepada daerah mengurus urusan rumah tangganya sendiri secara demokratis dan bertanggung jawab dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai contoh dalam kehidupan rumah tangga ada pembagian tugas diatur anggota keluarga. Pembagian tugas antar anggota keluarga mendorong lahirnya rasa tanggung jawab dalam diri setiap anggota keluarga. Tumbuhnya rasa tanggung jawab akan menumbuhkan sikap disiplin dalam setiap melaksanakan kewenangan yang diperolehnya. Dengan demikian setiap anggota keluarga akan mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya secara optimal dengan disertai rasa tanggung jawab. Pada bagian ini kalian akan mempelajari tentang pelaksanaan otonomi daerah, yang meliputi pengertian otonomi daerah dan pentingnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik. Dengan demikian setelah mencermati uraian beserta contoh dan ilustrasi yang ada pada bagian ini, diharapkan kalian memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan yang mempunyai kemampuan menjelaskan hakikat Otonomi Daerah, menguraikan tujuan Otonomi Daerah , menjelaskan prinsip-prinsip pelaksanaan Otonomi Daerah, dan menganalisis berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah. Kalian juga diharapkan memiliki kemampuan menjelaskan hakikat kebijakan publik, dan mampu menguraikan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik, serta mampu menganalisis dampak yang akan terjadi manakala tidak ada keaktifan masyarakat dalam perumusan kebijakan publik.

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik yang dalam pelaksanaan pemerintahannya dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupatan dan kota mempunyai pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintah daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Pembahasan materi Hakikat Otonomi Daerah menggunakan sejumlah kata kunci yang dapat mengantarkan kalian untuk lebih mengenal berbagai istilah dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Agar istilah-istilah tersebut dapat kalian kuasai dengan baik, kalian dapat mempelajarinya melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para menteri. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. DPRD adalah Badan legislatif daerah. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung jawabkannya kepada yang menugaskan. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah Administrasi adalah wilayah kerja Gubernur selaku wakil pemerintah. Instansi Vertikal adalah perangkat departemen dan/atau lembaga pemerintah non departemen di daerah. Pejabat yang berwenang adalah pejabat pemerintah di tingkat pusat dan/atau pejabat pemerintah di daerah propinsi yang berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten dan/atau daerah kota di bawah kecamatan. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten. Desentralisasi adalah transfer (perpindahan) kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik. Transfer ini dilakukan dari pemerintah pusat ke pihak lain, baik kepada daerah bawahan, organisasi pemerintah yang semi bebas ataupun kepada sektor swasta. Selanjutnya desentralisasi dibagi menjadi empat tipe

1.Desentralisasi politik, yang bertujuan menyalurkan semangat demokrasi secara positif di masyarakat
2.Desentralisasi administrasi, yang memiliki tiga bentuk utama, yaitu dekonsentrasi, delegasi dan devolusi, bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan efisiaen.
3.Desentralisasi fiskal bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali berbagai Desentralisasi ekonomi atau pasar, bertujuan untuk lebih memberikan tanggung jawab yang berkaitan sektor publik ke sektor privat.
Pelaksanaan otonomi daerah, juga sebagai penerapan (implementasi) tuntutan globalisasi yang sudah seharusnya lebih memberdayakan daerah dengan cara diberikan kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab. Terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Desentralisasi merupakan simbol atau tanda adanya kepercayaan pemerintah pusat kepada daerah. yang akan mengembalikan harga diri pemerintah dan masyarakat daerah. Diberlakukannya UU No. 32 dan UU No. 33 tahun 2004, kewenangan Pemerintah didesentralisasikan ke daerah, ini mengandung makna, pemerintah pusat tidak lagi mengurus kepentingan rumah tangga daerah-daerah. Kewenangan mengurus, dan mengatur rumah tangga daerah diserahkan kepada masyarakat di daerah. Pemerintah pusat hanya berperan sebagai supervisor, pemantau, pengawas dan penilai. Visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama, yaitu: Politik, Ekonomi serta Sosial dan Budaya. Di bidang politik, pelaksanaan otonomi harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung jawaban publik. Gejala yang muncul dewasa ini partisipasi masyarkat begitu besar dalam pemilihan Kepala Daerah, baik propinsi, kabupaten maupun kota. Hal ini bisa dibuktikan dari membanjirnya calon-calon Kepala Daerah dalam setiap pemilihan Kepala Daerah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten atau kota. Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.
Di bidang sosial budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan harmoni sosial, dan pada saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif terhadap kemampuan masyarakat dalam merespon dinamika kehidupan di sekitarnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa konsep otonomi daerah mengandung makna :
1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada daerah, kecuali untuk bidang keuangan dan moneter, politik luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan, serta beberapa kebijakan pemerintah pusat yang bersifat strategis nasional.
2. Penguatan peran DPRD dalam pemilihan dan penetapan kepala daerah; menilai keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan kepala daerah.
3. Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur (budaya) setempat demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualifikasi tinggi dengan tingkat akseptabilitas (kepercayaan) yang tinggi.
4. Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi dan institusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan.
5. Peningkatan efeisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang lebih jelas atas sumber-sumber pendapatan negara.
6. Perwujudan desentralisasi fiskal melalui pembesaran alokasi subsidi pusat yang bersifat block grant.
7. Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai-nilai lokal yang bersifat kondusif terhadap upaya memelihara harmoni sosial.
Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah antara lain adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan daerah. Dengan demikian pusat berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro (luas atau yang bersifat umum dan mendasar) nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal. Kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu, sehingga kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi di daerah akan semakin kuat.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
2. Pengembangan kehidupan demokrasi.
3. Keadilan.
4. Pemerataan.
5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Asas-asas dan Prinsip
Bacalah pasal18 UUD 1945. Dari pasal itu dapat kita sarikan sebagai berikut :
1. Adanya pembagian daerah otonom yang bersifat berjenjang, Provinsi dan Kabupaten/ Kota;
2. Daerah otonom mengatur dan mengurus urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
3. Secara eksplisit tidak disinggung mengenai asas dekonsentrasi
4. Pemerintah daerah otonom memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih secara demokratis
5. Kepala daerah dipilih secara demokratis
6. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undangundang ditentukan sebagai urusan Pemerintah.
Bagian ini kita akan membicarakan tentang asas-asas yang digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Namun sebelum itu, ada baiknya kalian pahami dulu beberapa istilah yang berkaitan dengan sistem pemerintahan daerah, yaitu antara lain pemerintahan daerah, pemerintah daerah, otonomi daerah, dan daerah otonom.
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah daerah adalah Gubernur (untuk provinsi), Bupati (untuk kabupaten), Walikota (untuk Kota) dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah kalian mengetahui arti beberapa istilah di atas, mari kita bahas asas-asas apa yang digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah? Dalam pasal 18 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 ditegaskan bahwa “pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Dengan demikian terdapat dua asas yang digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu asas otonomi dan tugas pembantuan. Asas otonomi dalam ketentuan tersebut memiliki makna bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri. Sedangkan asas tugas pembantuan dimaksudkan bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut dapat dilaksanakan melalui penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten/kota ke desa (Penjelasan UU Republik Indonesia No.32 Tahun 2004).
Apa yang dimaksud desentralisasi?
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah (Pusat) kepada Daerah Otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No.32 Tahun 2004). Perlu kalian ingat, bahwa sekalipun daerah diberi keleluasaan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri, tetapi tetap berada dalam bingkai dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Artinya, pemerintah daerah berkewajiban untuk patuh dan menghormati kewenangan yang dimiliki Pemerintah Pusat. Asas yang kedua adalah tugas pembantuan yaitu penugasan dari Pemerintah (Pusat) kepada daerah dan/atau desa, dan dari pemerintah provinsi kepada kabupaten /kota dan/ desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Jadi urusan pemerintahan dalam tugas pembantuan bukan merupakan atas inisiatif dan prakarsa sendiri tetapi merupakan penugasan dari pemerintah yang ada di atasnya. Untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan diberikannya otonomi daerah, pemerintahan daerah dituntut lebih kreatif dan inisiatif menggali dan memanfaatkan segenap potensi daerah untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu, dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 ditegaskan, bahwa pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan (UUD 1945 pasal 18 ayat (6).
Adapun prinsip Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut :
1. Digunakannya asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan;
2. Penyelenggaraan asas desntralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota,
3. Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten; Daerah Kota, dan Desa.
Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali: kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agama serta kewenangan di bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, termasuk kewenangan yang utuh dalam hal perencanaan, pelaksanaa, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah Otonomi bertanggungjawab adalah berupa per wujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi Kewenangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Dalam susunan pemerintahan di negara kita ada Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/kota, serta Pemerintahan Desa. Masing-masing pemerintahan tersebut memiliki hubungan yang bersifat hierakhis. Dalam UUD Negara Indonesia tahun 1945 ditegaskan, bahwa hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah [Pasal 18 A (1)]. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang [Pasal 18 A (2)]. Berdasarkan kedua ayat tersebut dapat dijelaskan, bahwa:
1. Antar susunan pemerintahan memiliki hubungan yang bersifat hierarkhis
2. Pengaturan hubungan pemerintahan tersebut memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah;
3. Pengaturan hubungan sebagaimana disebutkan pasal 18A ayat (1) diatur lebih lanjut dalam UU Republik Indonesia No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4. Antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah memiliki hubungan keuangan, pelayanan umum, dan pemanfaatan sumber daya
5. Pengaturan hubungan sebagaimana disebutkan pasal 18A ayat (2) diatur lebih lanjut dalam UU Republik Indonesia No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah.
Kewenangan provinsi diatur dalam Pasal 13 UU No. 32 Tahun 2004 dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah propinsi meliputi :
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengwasan tata ruang
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
d. penyediaan sarana dan prasarana umum
e. penanganan bidang kesehatan
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/ kota
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota
j. pengendalian lingkungan hidup
k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/ kota
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan
n. pelayanan administrasi penanaman modal, termasuk lintas kabupaten/kota
o. penyelenggraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota, dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan
2. Urusan pemerintahan propinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan Kewenangan kabupaten/kota diatur dalam pasal 14 yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengwasan tata ruang
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
d. penyediaan sarana dan prasarana umum
e. penanganan bidang kesehatan
f. penyelenggaraan pendidikan
g. penanggulangan masalah sosial
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
j. pengendalian lingkungan hidup
k. pelayanan pertanahan
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan
n. pelayanan administrasi penanaman modal,
o. penyelenggraan pelayanan dasar lainnya dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan
Bentuk dan Susunan Pemerintah Daerah
Di daerah dibentuk DPRD sebagai badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah. Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah beserta perangkat daerah lainnya. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah. Pasal 40 UU Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 menyatakan, bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sementara itu pasal 41 menyatakan, bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam kedudukannya seperti itu, DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Fungsi legislasi berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah, yang meliputi pembahasan dan memberikan persetujuan terhadap Raperda, serta hak anggota DPRD untuk mengajukan Raperda. Fungsi anggaran berkaitan dengan kewenangannya dalam hal anggaran daerah (APBD). Sedangkan fungsi pengawasan berkaitan dengan kewenangan mengontrol pelaksanaan Perda dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah. Bagaimana cara pemilihan anggota DPRD? Dalam pasal 18 ayat (3) UUD 1945 ditegaskan, bahwa ”pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotaanggotanya dipilih melalui pemilihan umum”. Pemilihan umum untuk memilih anggota DPRD waktu pelaksanaannya bersamaan dengan pemilihan umum untuk anggota DPR dan DPD. Tugas dan Wewenang DPRD Adapun tugas dan wewenang DPRD sebagaimana diatur dalam pasal 42 UU Republik Indonesia nomor 32 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:
a. membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama;
b. membahas dan menyetujui rancangan Peraturan Daerah tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Propinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPR kabupaten/kota;
e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
h. menerima laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;
k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan dengan pihak ketiga yangmembebani masyarakat dan daerah.
Hak DPRD
Selain itu DPRD juga mempunyai hak-hak sebagaimana diatur dalam Pasal 43 UU Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004, yaitu hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat. Pelaksanaan hak angket sebagaimana dimaksud di atas adalah dilakukan setelah diajukan hak interpelasi dan mendapat persetujuan dari Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya ¾ (tigaperempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2⁄3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir. Dalam melaksanakan hak angket dibentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD yang bekerja dalam waktu paling lama 60 hari telah menyampaikan hasil kerjanya kepada DPRD. Hak Anggota DPRD Selain DPRD sebagai lembaga yang mempunyai berbagai hak, maka anggota DPRD juga mempunyai hak-hak sebagaimana diatur dalam Pasal 44 UU Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004, yaitu mengajukan rancangan Peraturan Daerah; mengajukan pertanyaan; menyampaikan usul dan pendapat; memilih dan dipilih; membela diri; imunitas; protokoler dan keuangan serta administratif. Kepala Daerah Dilihat dari susunannya, pada pemerintahan daerah terdapat dua lembaga yaitu Pemerintah Daerah dan DPRD. Pemerintah daerah provinsi dipimpin oleh Gubernur, sedangkan pemerintah daerah kabupaten/ kota dipimpin oleh Bupati/Walikota. Gubernur/Bupati/Walikota yang biasa disebut Kepala Daerah memiliki kedudukan yang sederajat dan seimbang dengan DPRD masing-masing daerah. Kepala Daerah dan DPRD memiliki tugas/wewenang dan mekanisme pemilihan yang berbeda. Kepala Daerah memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b. mengajukan rancangan Peraturan Daerah;
c. menetapkan Peraturan daerah yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
d. menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan daerah tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pemilihan Kepala Daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dilakukan secara demokratis dan transparan. Mekanisme pemilihan kepala daerah dikenal dengan istilah PILKADA langsung.
Setiap Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai Kepala Eksekutif yang dibantu oleh Wakil Kepala Daerah. Kepala Daerah Provinsi disebut Gubernur, yang karena jabatannya adalah juga sebagai Wakil Pemerintah. Sebagai Kepala Daerah, Gubernur bertanggung jawab kepada DPRD sebagai Wakil Pemerintah, Gubernur berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati, sedangkan Daerah Kota disebut Walikota yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya selaku Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD Kabupaten/ Kota.
Sebagai alat Pemerintah Pusat, Gubernur melaksanakan tugas-tugas antara lain.
a. Membina ketenteraman dan ketertiban di wilayahnya;
b. Menyelenggarakan koordinasi kegiatan lintas sektor mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan dan pengawasan kegiatan dimaksud
c. Membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintah daerah
d. Melaksanakan usaha-usaha pembinaan kesatuan bangsa sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan pemerintah
e. Melaksanakan segala tugas pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan kepadanya
f. Melaksanakan tugas pemerintahan yang tidak termasuk dalam tugas instansi lainnya.
Keuangan Daerah
Sumber-sumber keuangan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah : Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dana Perimbangan; Pinjaman Daerah ; dan lain-lain penerimaan yang sah. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri atas Hasil Pajak Daerah; Hasil Restribusi Daerah; Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan serta lainlain pendapatan daerah yang sah. Dana Perimbangan terdiri atas bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Penerimaan dari sumber daya alam; Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).Penerimaan Negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dengan imbangan 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk Daerah. Penerimaan Negara dari Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Daerah. Sebesar 10% dari penerimaan PBB dan 20% dari penerimaan Bea Perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagikan kepada seluruh kabupaten dan kota. Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor kehutanan sektor pertambangan umum dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk Daerah. Sedangkan penerimaan negara dari pertambangan minyak setelah dikurangi pajak dibagi dengan imbangan 85% untuk pemerintah pusat dan 15% untuk pemerintah daerah. Sementara itu penerimaan negara dari sektor gas alam setelah dikurangi pajak dibagikan dengan imbangan 70% untuk Pemerintah Pusat dan 30% untuk Daerah.




Perumusan Kebijakan Publik Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa dengan otonomi daerah, pemerintah daerah beserta seluruh lapisan masyarakat yang ada di daerah tersebut diberdayakan secara optimal. Melalui otonomi daerah, daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya untuk mengelola daerahnya masing-masing, baik dalam mengelola sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Salah satu tujuan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah adalah memberdayakan masyarakat. Ini mengandung makna, bahwa setiap anggota masyarakat diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam pengelolaan dan pembangunan daerahnya masingmasing. Bentuk partisipasi masyarakat dalam mengelola dan membangun daerah sangat beragam dan bervariasi sesuai dengan kemampuannya masing-masing yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Adapun bentuk-bentuk partisipasi masyarakat di antaranya dapat berupa membayar pajak tepat pada waktunya, melaksanakan berbagai peraturan daerah dan memberikan berbagai masukan dalam berbagai perumusan kebijakan publik yang akan diberlakukan kepada seluruh masyarakat. Dengan adanya partisipasi masyarakat secara langsung dalam berbagai bentuk perumusan kebijakan publik akan berdampak positif pada masyarakat yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan masyarakat akan turut bertanggung jawab terhadap berbagai kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat, karena mereka dilibatkan secara langsung dalam perumusannya. Jadi tidak ada lagi perasaan atau kesan, bahwa masyarakat tidak setuju atau tidak tahu terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tersebut. Untuk mewadahi dan memfasilitasi berbagai masukan dari masyarakat, sudah barang tentu diperlukan keterbukaan dari pihak Pemerintah Daerah maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Keterbukaan di sini dalam arti pihak eksekutif dan legislatif daerah mau mendengarkan, menampung dan merumuskan pendapat atau masukan masyarakat tersebut dalam kebijakan-kebijakan yang diambilnya. Jadi bukan hanya sekedar di tampung, tanpa ditindaklanjuti lebih jauh. Manakala ada keterbukaan dari pihak eksekutif dan legisltaif daerah, maka akan menimbulkan motivasi atau dorongan atau semangat dari masyarakat untuk terus membangun daerahnya dengan cara melaksanakan berbagai aturan yang telah menjadi kebijakan publik. Seiring dengan tuntutan reformasi, sejak lahirnya UU No. dan UU No. 32 dan 33 tahun 2004 daerah-daerah di Indonesia diberikan kewenangan yang lebih luas dan nyata dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya. Hal ini berdampak tumbuhnya kreativitas di daerah-daerah untuk mengembangkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Dampak lain adalah tumbuhnya kehidupan demokrasi yang lebih semarak, khususnya dalam pemilihan kepala dearah. Selain itu kebijakan kebijakan yang sifatnya menyangkut publik dilakukan lebih transparan. Dengan demikian adanya otonomi dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola daerahnya masing-masing, baik secara kualitas maupun kuantitas.