Kamis, 26 Februari 2015

TRI DARMA PERGURUAN TINGGI



Perguruan tinggi merupakan salah satu subsistem pendidikan nasional. Keberadaannya dalam kehidupan bangsa dan negara berperan penting melalui penerapan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Pasal 20 Ayat 2).
Saat ini kesadaran mahasiswa akan tanggung jawabnya dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi semakin menurun. Tri dharma perguruan tinggi sebagai salah satu pondasi dan dasar tanggung jawab yang dipanggul mahasiswa (sebagai bagian dari perguruan tinggi) harus dikembangkan secara simultan dan bersama-sama. Dengan kondisi Indonesia yang mulai memprihatinkan, sebagai mahasiswa baru perlu mengetahui dan menyadari salah satu pedoman untuk  melaksanakan tanggung jawabnya dalam rangka menjawab tantangan negara dan bangsa Indonesia di masa depan.
Tri Dharma perguruan tinggi merupakan tiga pilar dasar pola pikir dan menjadi kewajiban bagi mahasiswa sebagai kaum intelektual di negara ini. Karena mahasiswa adalah ujung tombak perubahan bangsa kita ke arah yang lebih baik. Pernyataan ini menjadi terbukti ketika kita melihat sejarah bangsa ini dimana sebagian perubahan besar yang ada di negara ini dimulai oleh mahasiswa, dalam hal ini pemuda-pemudi Indonesia. Adapun Tri Dharma Perguruan tinggi itu sendiri meliputi :
1.      Pendidikan.
Mahasiswa sebagai kaum  intelektual bangsa yang menduduki  5% dari populasi warga negara Indonesia berkewajiban meningkatkan mutu diri secara khusus agar mutu bangsa pun meningkat pada umumnya dengan ilmu yang dipelajari selama pendidikan di kampus sesuai bidang keilmuan tertentu. Mahasiswa dan pendidikan merupakan satu  kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga ketika mahasiswa melakukan segala kegiatan dalam hidupnya, semua harus didasari pertimbangan rasional, bukan dengan adu otot. Itulah yang disebut kedewasaan mahasiswa.
2.       Penelitian dan Pengembangan
Ilmu yang dikuasai melalui proses pendidikan di perguruan tinggi harus diimplementasikan dan diterapkan. Salah satunya dengan langkah ilmiah, seperti melalui penelitian. Penelitian mahasiswa bukan hanya akan mengembangkan diri mahasiswa itu sendiri, namun juga memberikan manfaat bagi kemajuan peradaban dan  kepentingan  bangsa kita dalam menyejahterakan bangsa. Selain pengembangan diri secara ilmiah dan akademis. Mahasiswa pun harus senantiasa mengembangkan kemampuan dirinya dalam hal softskill dan kedewasaan diri dalam menyelesaikan segala masalah yang ada. Mahasiswa harus mengembangkan pola pikir yang kritis terhadap segala fenomena yang ada dan mengkajinya secara keilmuan.
3.       Pengabdian pada Masyarakat
Mahasiswa menempati lapisan kedua dalam relasi kemasyarakatan, yaitu berperan sebagai penghubung antara masyarakat dengan pemerintah. Mahasiswa adalah yang paling dekat dengan rakyat dan memahami secara jelas kondisi masyarakat tersebut. Kewajiban sebagai mahasiswa menjadi front line dalam masyarakat dalam mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah terhadap rakyat karena sebagaian besar keputusan pemerintah di masa ini sudah terkontaminasi oleh berbagai kepentingan politik tertentu dan kita sebagai mahasiswa yang memiliki mata yang masih bening tanpa ternodai kepentingan-kepentingan serupa mampu melihat secara jernih, melihat yang dalam dari yang terdalam terhadap intrik politik yang tidak jarang mengeksploitasi kepentingan rakyat. Disini mahasiswa berperan untuk membela kepentingan masyarakat, tentu tidak dengan jalan kekerasan dan aksi chaotic, namun menjunjung tinggi nilai-nilai luhur pendidikan, kaji terlebih dahulu, pahami, dan sosialisasikan pada rakyat, mahasiswa memiliki ilmu tentang permasalahan yang ada, mahasiswa juga yang dapat membuka mata rakyat sebagai salah satu bentuk pengabdia terhadap rakyat.


Keterkaitan ketiga poin TDPT
Ketiga faktor diatas ini sangat erat hubungannya, karena penelitian harus menjunjung tinggi kedua dharma yang lain. Penelitian diperlukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi. Untuk dapat melakukan penelitian diperlukan adanya tenaga-tenaga ahli yang dihasilkan melalui proses pendidikan. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan sebagi hasil pendidikan dan penelitian itu hendaknya diterapkan melalui Pengabdian pada masyarakat sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dan menikmati kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. 

Strategi Implementasi di Perguruan Tinggi
Eksistensi perguruan tinggi memiliki peranan yang sangat penting dalam memengaruhi perubahan-perubahan suatu masyarakat.Peran dan fungsi perguruan tinggi sebagai implementasi dari tri darma yang menjadi kewajibannya, dapat diwujudkan dalam bentuk membangun gerakan pembelajaran masyarakat untuk mendorong terciptanya transformasi sosial dan terjaganya nilai-nilai budaya bangsa.
Perguruan tinggi juga dapat mengembangkan model pembangunan yang benar-benar berbasis pada keilmuan dan sumberdaya lokal dalam kerangka sistem nilai budaya bangsa, membangun basis-basis pengembangan keilmuan yang benar-benar relevan dengan kebutuhan masyarakat dalam rangka merespon perubahan global yang sangat dinamis, mengembangkan pusat-pusat pengembangan masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya dan nilai-nilai lokal yang ada, membantu pengembangan kebijakan strategis terhadap legislatif dan eksekutif serta mengontrol implementasi kebijakan-kebijakan tersebut.
Perguruan tinggi juga dapat berperan dalam mengembangkan strategi kebudayaan, hal tersebut sangat diperlukan dalam membangun peradaban bangsa, terutama untuk membangun nilai-nilai yang sejalan dengan kemajemukan bangsa agar keberagaman diterima sebagai sebuah kekayaan dan tidak dipertentangkan. Oleh karena itu, pembangunan peradaban itu sendiri perlu berbasis pada nilai etika dan nilai budaya yang sudah melekat dalam jari diri bangsa

Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat





Dalam UU Nomor 6 Tahun 1954 tentang Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat, sekurang-kurangnya 10 orang anggota DPR bisa menyampaikan usulan angket kepada Pimpinan DPR. Usulan disampaikan secara tertulis, disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama fraksi nya Usul dinyatakan dalam suatu rumusan yang jelas tentang hal yang akan diselidiki, disertai dengan penjelasan dan rancangan biaya. Dalam pasal 177 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disebutkan bahwa hak angket harus diusulkan oleh paling sedikit dua puluh lima orang anggota serta lebih dari satu fraksi, disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya materi kebijakan pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikannya.

Sidang Paripurna DPR dapat memutuskan menerima atau menolak usul hak angket. Bila usul hak angket diterima, DPR membentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPR. Bila usulan hak angket ditolak, maka usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.
Bila dalam Sidang Paripurna DPR memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dalam kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan maka DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat kemudian usul hak angket dinyatakan selesai dan materi angket tersebut tidak dapat diajukan kembali.

1.      * Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat
Pasal 1 (2)
Putusan untuk mengadakan angket diambil dalam suatu rapat terbuka Dewan Perwakilan Rakyat, yang diadakan sesudah usul itu dibicarakan dalam seksi atau seksi-seksi yang bersangkutan, dan putusan itu memuat perumusan yang teliti tentang hal yang akan diselidiki.
2.      * Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Pasal 27
DPR mempunyai hak:
a. interpelasi;
b. angket; dan
c. menyatakan pendapat.

Hak angket adalah salah satu hak DPR yang diajukan kepada pemerintah (presiden) untuk membuat sebuah persoalan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah menjadi terang. Itu hakikatnya.
yang saat ini sedang bergulir memang sarat dengan muatan politik. Apakah ini untuk kepentingan rakyat? namun rakyat terus dibawa-bawa untuk memuluskan hak angket, woro-woro, masyarakat aja ada yang masih tidak tahu apa arti hak angket.

Salah satu hak kontrol DPR, hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Eksekutif atau Pemerintah. Namun seringkali hak angket dipersepsikan sebagai "momok" politik oleh baik Eksekutif maupun DPR pendukung pemerintah. Padahal hak angket perlu dilakukan bila memang kebijakan pemerintah tersebut masih diragukan seperti dengan kenaikan BBM, Kasus Century atau hak angket untuk mafia pajak baru-baru ini.

Jika kebijakan pemerintah merugikan kepentingan orang banyak, maka hak angket dapat digunakan untuk memberikan kejelasan kepada seluruh masyarakat kenapa kebijakan tertentu diambil oleh pemerintah. Terkadang perlu dicermati pula apakah pemerintah maupun DPR yang mendukung pemerintah sudah memahami secara dewasa terhadap pentingnya hak angket. Hak angket sepertinya dianggap untuk menjatuhkan kewibawaan pemerintah

Senin, 23 Februari 2015

PRA PERADILAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

Akhir – akhir ini kajian mengenai pra peradilan begitu mengemuka. Banyaknya persoalan hukum yang menjadi isu nasional, membuat perkara pra peradilan menarik perhatian masyarakat.

Pra peradilan yang lama tidak pernah muncul, mulai menjadi bahan kajian kembali bagi ahli hukum terutama berkaitan dengan efektifitas pra peradilan melindungi HAM dalam tindakan upaya paksa aparat hukum, serta perdebatan mengenai perlu tidaknya pra peradilan diganti dengan peran hakim komisaris sebagaimana tercantum dalam RUU KUHAP. Banyak pihak menganggap pra peradilan masih di perlukan dalam perlindungan Hak Azasi Manusia (HAM) dari kesewenang – wenangan hukum penguasa serta untuk menguji seberapa jauh aturan hukum acara pidana telah di jalankan aparat hukum.

Arti pra peradilan dalam hukum acara pidana dapat dipahami dari bunyi pasal 1 butir 10 Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa Pra Peradilan adalah wewenang pengadilan untuk memeriksa dan memutus dan memutus :
  1.      Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan, atas permintaan tersangka atau keluarganya atau permintaan yang berkepentingan demi tegaknya hukum dan keadilan
  2.         Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan yang berkepntingan demi tegaknya hukum dan keadilan
  3.        Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan yang berkepntingan demi tegaknya hukum dan keadilan dan
3.  Secara limitattif umumnya mengenai pra peradilan diatur dalam pasal 77 sampai pasal 88 KUHAP. Selain dari pada itu, ada pasal lain yang masih berhubungan dengan pra peradilan tetapi diatur dalam pasal tersendiri yaitu mengenai tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi sebagaimana di atur dalam pasal 95 dan 97 KUHAP.

    Kewenangan secara spesifik pra peradilan sesuai dengan pasal 77 sampai pasal 88 KUHAP adalah memeriksa sah atau tidaknya upaya paksa (penangkapan dan penahanan) serta memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, akan tetapi dikaitkan pasal 95 dan 97 KUHAP kewenangan pra peradilan ditambah dengan kewenangan untuk memeriksa dan memutus ganti kerugian dan rehabitilasi. Ganti kerugian dalam hal ini bukan hanya semata – mata mengenai akibat kesalahan upaya paksa, penyidikan maupun penuntutan, tetapi dapat juga ganti kerugian akibat adanya pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah secara hukum sesuai dengan penjelasan pasal 95 ayat (1) KUHAP. Dalam keputusan Menkeh RI No. M.01.PW.07.03 tahun 1982, pra peradilan disebutkan dapat pula dilakukan atas tindakan kesalahan penyitaan yang tidak termasuk alat bukti, atau seseorang yang dikenankan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang – undang karena kekeliruan orang atau hukum yang diterapkan. 

      Ganti kerugian diatur dalam Bab XII, Bagian Kesatu KUHAP. Perlu diperhatikan dalam pasal 1 butir 22 menyatakan “ Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapatkan pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang – undang atau karena kekeliruan orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur undang – undang ini. Beranjak dari bunyi pasal diatas, dapat ditangkap dengan jelas bahwa ganti rugi adalah alat pemenuhan untuk mengganti kerugian akibat hilangnya kenikmatan berupa kebebasan karena adanya upaya paksa yang tidak berdasar hukum. Kiranya sangat tepat jika negara bertanggung jawab untuk membayar ganti rugi, sebab tindakan upaya paksa tentu dilakukan oleh aparat hukum yang merupakan bagian dari negara.

    Dalam Bab X Bagian Kesatu mulai pasal 79 sampai dengan pasal 83 KUHAP diatur pihak – pihak yang dapat mengajukan pra peradilan adalah :
  1.      Tersangka, keluarganya melalui kuasa hukum yang mengajukan gugatan praperadilan terhadap kepolisian atau kejaksaan di pengadilan atas dasar sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penyitaan dan penggeledahan
  2.     Penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan atas dasar sah lam atau tidaknya penghentian penyidikan
  3.    Penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan atas dasar sah atau tidaknya penghentian penuntutan
  4.    .Tersangka atau pihak ketiga yang bekepentingan menuntut ganti rugi tentang sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan (pasal 81 KUHAP)
  5.       Tersangka, ahli waris atau kuasanya tentang tuntutan ganti rugi atas alasan penangkapan atau penahanan yang tidak sah, penggeledahan atau penyitaan tanpa alasan yang sah atau karena kekeliruan orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke sidang pengadilan (pasal 95 ayat (2) KUHAP).
  
      Khusus dalam hal pra peradilan yang dilakukan oleh penyidik terhadap penghentian penuntutan atau penuntut umum terhadap penghentian penyidikan hendaknya di pahami bukan untuk mencampuri urusan kewenangan masing – masing kelembagaan tetapi lebih di pahami sebagai kontrol mekanisme penegakan hukum acara. Peran serta masyarakat baik itu melalui LSM maupun secara individu juga mutlak di perlukan dalam pengawasan penegakan hukum. Dalam pasal 80 KUHAP, pengertian pihak ketiga yang berkepentingan dalam mengajukan pra peradilan tentang penghentian penyidikan atau penuntutan, sering diartikan hanya sebatas saksi pelapor atau saksi korban tindak pidana. Kedepan pengertian itu perlu diperluas dengan melibatkan masyarakat luas yang diwakili LSM atau organisasi kemasyarakatan. M. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP menyatakan perlunya LSM atau organisasi kemasyarakatan di beri ruang sebagai pihak untuk mengajukan pra peradilan. Sebagai lembaga yang bertujuan mengawal penegakan hukum, jika tujuan mem pra peradilankan penghentian penyidikan maupun penghentian penuntutan adalah untuk mengkoreksi atau mengawasi kemungkinan kekeliruan maupun kesewenangan atas penghentian secara horizontal, cukup alasan untuk berpendapat, bahwa kehendak untuk melibatkan masyarakat luas yang di wakili LSM atau organisasi kemasyarakatan dapat di terima dalam proses pengajuan pra peradilan.

      Pengajuan pra peradilan di lakukan di pengadilan negeri, dengan membuat permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk nantinya di register dalam register khusus tentang pra peradilan. Dari permohonan tersebut, sesuai ketentuan pasal 78 ayat (2), Ketua Pengadilan Negeri akan menunjuk seorang hakim tunggal untuk memeriksa perkara pra peradilan dengan dibantu dengan seorang panitera. Untuk penetapan hari sidang sesuai dengan pasal 82 ayat (1) huruf c mensyaratkan untuk segera bersidang 3 hari setelah di catat dalam register dan dalam tempo 7 hari perkara tersebut sudah harus di putus, sedangkan untuk pemanggilan para pihak dilakukan bersamaan dengan penetapan hari sidang oleh hakim yan ditunjuk. Tata cara maupun bentuk putusan dalam pra peradilan tidak diatur dalam ketentuan khusus dalam KUHAP. Sesuai dengan sifat cepat dan sederhananya proses persidangan, hendaknya hakim dapat meyesuaikan dalam melaksanakan proses persidangan maupun putusan. M. Yahya Harahap menegaskan bertitik tolak dari pasal 82 ayat (1) huruf c yang mengatur pengajuan dan tata cara pemeriksaan pra peradilan, hakim diminta untuk tegas menentukan tahapan persidangan pra peradilan dan membuat putusan sesederhana mungkin atau bisa di gabung dengan Berita Acara Sidang asalkan putusan memuat pertimbangan hukum yang lengkap, jelas dan memadai. Memperhatikan Pasal 82 ayat (1) huruf d yang berbunyi “ Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa Pengadilan Negeri, sedangkan pemeriksaan pra peradilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur” maka pra peradilan dianggap gugur apabila :
  • ·         Perkaranya telah diperiksa oleh Pengadilan Negeri dan 
  •           Pada saat perkaranya di periksa Pengadilan Negeri, pemeriksaan pra peradilan belum selesai.
Ketentuan pra peradilan gugur apabila pokok perkara telah masuk di Pengadilan Negeri, di maksudkan untuk menghindari penjatuhan putusan yang berbeda. Tidak tepat kiranya apabila pra peradilan tetap di periksa sementara perkara pokoknya telah masuk juga dalam tahap persidangan. Tentunya jika di paksakan bersidang dan terjadi perbedaan penjatuhan putusan antara pra peradilan dengan perkara pokok, akan menimbulkan akibat hukum yang tidak baik. Gugurnya permohonan pra peradilan dapat juga di lakukan oleh pihak pemohon ketika sidang belum menjatuhkan putusan, asalkan hal tersebut di setujui termohon.

Putusan pra peradilan pada dasarnya tidak dapat dimintakan banding. kecuali atas putusan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan. Pasal 83 ayat (1) berbunyi “ Terhadap putusan pra peradilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 79, pasal 80 dan pasal 81 tidak dapat di mintakan banding”, sedangkan pasal 83 ayat (2) berbunyi :
  • ·   terhadap putusan yang menetapkan “sahnya” penghentian penyidikan atau penuntutan “tidak dapat” diajukan permintaan banding
  •     terhadap putusan yang menetapkan “tidak sahnya” penghentian penyidikan atau penuntutan “dapat” diajukan permintaan banding
Pengadilan Tinggi (PT) yang memeriksa dan memutus permintaan banding tentang tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, bertindak sebagai pengadilan yang memeriksa dan memutus “dalam tingkat akhir”.

Ketentuan pasal 83 ayat (1) tidak dimaksudkan untuk membatasi keinginan para pihak mencari keadilan tetapi justru dimaksudkan untuk mewujudkan “acara cepat” dan mewujudkan kepastian hukum dalam waktu yang relatif singkat, sebagaimana dasar pra peradilan, sebab dalam pasal 83 ayat (2) proses banding ke PT pun merupakan upaya terakhir dan final serta tidak dikenal upaya kasasi pra peradilan ke Mahkamah Agung (MA).

Pra peradilan adalah hal biasa dalam membangun saling kontrol antara kepolisian, kejaksaan dan tersangka melalui kuasa hukumnya. Tidak sah suatu proses pra peradilan di tanggapi dengan kecurigaan bahwa antara lembaga hukum akan saling menjatuhkan. Dalam suatu negara hukum, saling kontrol adalah suatu hal lumrah untuk menghindari kesewenang – wenangan penerapan upaya paksa (penangkapan dan penahanan) atau penghentian penyidikan dan penuntutan (SP 3 dan SKPPP) secara tidak beralasan apalagi diam – diam. Upaya kontrol itu perlu sebagai peningkatan kinerja di lembaga penegak hukum, serta untuk membangun kembali citra penegak hukum yang saat ini telah terpuruk. Oleh sebab itu semua proses pra peradilan harus dapat diterima dengan lapang dada, begitu pula dengan putusan yang di hasilkan pra peradilan. Kepolisian, kejaksaan, hakim dan advokat harus mampu bekerja sama menampilkan hukum yang pasti, jelas dan memadai. Kepastian hukum akan membuat keadaan negara harmonis dan pencari keadilan merasa terlindungi.

Kamis, 05 Februari 2015

SAJAK PERTEMUAN MAHASISWA KARYA WS RENDRA



Matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit melihat kali coklat menjalar ke lautan dan mendengar dengung di dalam hutan

lalu kini ia dua penggalah tingginya
dan ia menjadi saksi kita berkumpul disini memeriksa keadaan
kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak selalu berguna kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
orang berkata : “kami ada maksud baik” dan kita bertanya : “maksud baik untuk siapa ?”
ya !
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang terluka
ada yang duduk, ada yang diduduki
ada yang berlimpah, ada yang terkuras dan kita disini bertanya :
“maksud baik saudara untuk siapa ?
saudara berdiri di pihak yang mana?”
kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya
tanah – tanah di gunung telah dimiliki orang – orang kota
perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja
alat – alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya
tentu, kita bertanya :
“lantas maksud baik saudara untuk siapa ?”
sekarang matahari semakin tinggi
lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala
dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak yang mana ?

ilmu – ilmu diajarkan disini
akan menjadi alat pembebasan
ataukah alat penindasan ?
sebentar lagi matahari akan tenggelam
malam akan tiba
cicak – cicak berbunyi di tembok
dan rembulan berlayar
tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda
akan hidup di dalam mimpi
akan tumbuh di kebon belakang
dan esok hari
matahari akan terbit kembali
sementara hari baru menjelma
pertanyaan – pertanyaan kita menjadi hutan
atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samudera
di bawah matahari ini kita bertanya:

ada yang menangis, ada yang mendera
ada yang habis, ada yang mengikis
dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !