Sejarah Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei. Kebangkitan Nasional merupakan
masa bangkitnya semangat nasionalisme, persatuan, kesatuan, dan
kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Negara Indonesia, yang
sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan 350 tahun oleh Negara
Belanda. Kebangkitan Nasional ditandai dengan 2 peristiwa penting yaitu
berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 dan ikrar Sumpah Pemuda
pada tanggal 28 Oktober 1928. Masa ini merupakan salah satu dampak
politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli. Pada tahun
1912 partai politik pertama Indische Partij berdiri. Ditahun 1912 itu
juga berdiri Sarekat Dagang Islam (Solo) yang didirikan oleh Haji
Samanhudi mendirikan, KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di
Yogyakarta serta Dwijo Sewoyo dan kawan-kawan mendirikan Asuransi Jiwa
Bersama Bumi Putera di Magelang Jawa Timur.
Suwardi Suryoningrat yang tergabung dalam Komite Boemi Poetera, menulis
Als ik eens Nederlander was (Seandainya aku orang Belanda), pada tanggal
20 Juli 1913 yang memprotes keras rencana pemerintah Belanda merayakan
100 tahun kemerdekaannya di Hindia Belanda. Karena tulisan inilah dr.
Tjipto Mangunkusumo serta Suwardi Suryoningrat dihukum dan diasingkan ke
Banda dan Bangka, tetapi “karena boleh memilih”, keduanya dibuang ke
Negeri Belanda. Namun Di sana Suwardi justru belajar ilmu pendidikan dan
dr. Tjipto karena sakit dipulangkan ke Indonesia.
Tokoh-tokoh sejarah kebangkitan nasional, antara lain: Gunawan, Sutomo,
dr. Tjipto Mangunkusumo, dr. Douwes Dekker, Suwardi Suryoningrat (Ki
Hajar Dewantara), dan lain-lain. Tanggal 20 Mei 1908, berdirinya Boedi
Oetomo, dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Sejarah Singkat Boedi Oetomo
Bangsa Indonesia, yang dijajah oleh Belanda, hidup dalam penderitaan dan
kebodohan selama ratusan tahun. Bahkan tingkat kecerdasan rakyat,
sangat rendah. Hal ini adalah pengaruh sistem kolonialisme yang berusaha
untuk “membodohi” dan “membodohkan” bangsa jajahannya.
Politik ini jelas terlihat pada gambaran berikut:
Pengajaran sangat kurang, bahkan setelah menjajah selama 250 tahun
tepatnya pada 1850 Belanda mulai memberikan anggaran untuk anak-anak
Indonesia, itupun sangat kecil.
Pendidikan yang disediakan tidak banyak, bahkan pengajaran tersebut
hanya ditujukan untuk menciptakan tenaga yang bisa baca tulis dan untuk
keperluan perusahaan saja.
Keadaan yang sangat buruk ini membuat dr. Wahidin Soedirohoesodo yang
mula-mula berjuang melalui surat kabar Retnodhumilah, menyerukan pada
golongan priyayi Bumiputera untuk membentuk dana pendidikan. Namun usaha
tersebut belum membuahkan hasil, sehingga dr. Wahidin Soedirohoesodo
harus terjung ke lapangan dengan berceramah langsung.
Berdirinya Boedi Oetomo
Dengan R. Soetomo sebagai motor, timbul niat di kalangan pelajar STOVIA
di Jakarta untuk mendirikan perhimpunan di kalangan para pelajar guna
menambah pesatnya usaha mengejar ketertinggalan bangsa.
Langkah pertama yang dilakukan Soetomo dan beberapa temannya ialah
mengirimkan surat-surat untuk mencari hubungan dengan murid-murid di
kota-kota lain di luar Jakarta, misalnya: Bogor, Bandung, Semarang,
Yogyakarta, dan Magelang.
Pada hari Sabtu tanggal 20 Mei 1908 pukul 9 pagi, Soetomo dan
kawan-kawannya: M. Soeradji, M. Muhammad saleh, M. Soewarno, M.
Goenawan, Soewarno, R.M. Goembrek, dan R. Angka berkumpul dalam ruang
kuliah anatomi. Setelah segala sesuatunya dibicarakan masak-masak,
mereka sepakat memilih “Boedi Oetomo” menjadi nama perkumpulan yang baru
saja mereka resmikan berdirinya.
“Boedi” artinya perangai atau tabiat sedangkan “Oetomo” berarti baik
atau luhur. Boedi Oetomo yang dimaksud oleh pendirinya adalah
perkumpulan yang akan mencapai sesuatu berdasarkan atas keluhuran budi,
kebaikan perangai atau tabiat, kemahirannya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar